Kamis, 23 April 2015

FIQIH PUASA, 9 HAL YANG MEMBATALKAN PUASA, 9 ORANG YANG BOLEH MENINGGALKAN PUASA

Tidak ada komentar:
Oleh Al-Ustadz  Buya Yahya (Lembaga  Pengembangan  Da’wah  AL-Bahjah, Cirebon)
Di  dalam  mempelajari  cara  puasa  ada beberapa  hal  terpenting yang  harus  kita hadirkan terlebih  dahulu  sebelum  membahas permasalahan di seputar puasa:
1.  Definisi puasa
2.  Hal-hal yang membatalkan puasa
3.  Orang  yang  boleh untuk  tidak berpuasa
4.  Niat dalam berpuasa
1.  DEFINISI PUASA
FIQIH  PUASA,  9 HAL YANG MEMBATALKAN  PUASA, 9 ORANG YANG BOLEH MENINGGALKAN PUASA Puasa  menurut  bahasa  adalah  menahan diri  dari  sesuatu  baik  dari  makanan  atau berbicara.  Menurut  bahasa  arab    orang  menahan  diri  untuk  tidak  berbicara  juga disebut berpuasa. Adapun  puasa  menurut  agama  adalah menahan  diri  dari  hal-hal  yang  membatalkannya  mulai  dari  terbitnya  fajar  sodiq (masuknya  waktu  subuh)  hingga  terbenamnya matahari (masuknya waktu maghrib)
2. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
Jika  kita  perhatikan  dari  definisi  puasa disitu  disebutkan  hal-hal  yang membatalkan  puasa.  Maka  dari  itu  menjadi sesuatu  yang  amat  penting  dalam  ilmu puasa  adalah  mengetahui  hal-hal  yang membatalkan puasa.
Hal-hal  yang  membatalkan  puasa  ada sembilan (9) yaitu :
1.  Memasukan sesuatu ke dalam salah satu lima (5) lubang, yaitu :
a.  Mulut
Hukum memasukkan sesuatu ke lubang mulut  adalah  membatalkan  puasa.  Untuk memudahkan pemahaman kita maka hukum memasukkan  sesuatu  ke  lubang  mulut  ini ada  empat hukum yaitu :
1)  Membatalkan:  Yaitu  di  saat  kita  memasukkan  sesuatu  ke  dalam  mulut  kita dan  kita  menelannya  dengan  sengaja saat kita sadar bahwa kita sedang puasa. Jadi  yang  menjadikannya  batal  adalah karena  menelan  dengan  sengaja.  Maka dari  itu  jika  ada  orang  memasukkan permen atau es krim ke dalam mulutnya maka  hal  itu  tidak  membatalkan  puasanya asalkan tidak ditelan.  Catatan masalah ludah, Di  dalam  masalah  ini  ada  hal  yang  perlu  kita  perhatikan  yaitu  masalah  ludah.  Ludah  itu  jika  kita  telan  tidak membatalkan puasa kita dengan syarat :
  • Ludah kita sendiri
  • Tidak  bercampur  dengan  sesuatu yang lainya
  • Ludah  masih  berada  di  tempatnya  (mulut)
Maka  di  saat  syarat-syarat  di  atas terpenuhi  maka  jika  ludah  itu  ditelan,  tidak  membatalkan  puasa.  Bahkan  jika seandainya ada orang yang mengumpulkan  ludah  di dalam  mulutnya  sendiri dan setelah terkumpul lalu ditelan, maka hal itu tidak membatalkan puasa.
Akan  tetapi  menelan  ludah  akan membatalkan  puasa  jika  salah  satu syarat  di  atas  ada  yang  tidak  terpenuhi, seperti  karena  dia  menelan  ludahnya orang  lain,  atau  menelan  ludah  yang sudah  bercampur  dengan  sesuatu seperti    permen,  es  krim  atau  makanan yang  masih  tersisa  di  dalam  mulut  kita atau  menelan  ludah  yang  sudah dikeluarkan  dari  mulutnya  lalu  diminum  maka  itu  semua  membatalkan puasa.
Catatan :
Masalah  sisa  makanan  di  dalam mulut. Sisa makanan di mulut maka ada dua macam:
  • Jika  sisa  makanan  dimulut  kemudian  bercampur  dengan  ludah  dengan  sendirinya  dan  susah  untuk dipisahkan  maka  jika  ditelan  tidak membatalkan puasa. Misalnya orang yang  sahur  lalu  tidur  dan  tidak sempat  kumur  atau  sikat  gigi  lalu menduga    di  dalam  mulutnya  ada sisa–sisa  makanan.  Maka  jika  sisa makanan  tersebut  sudah  tidak  bisa lagi  dibedakan  dengan  ludah  maka hal itu tidak membatalkan puasa jika ditelan.
  • Jika  ada  sisa  makanan  yang  bisa dipisahkan  dari  ludah  lalu  bercampur  dengan  ludah  dan  bercampurnya  karena  dikunyah  dengan sengaja    atau  digerak-gerakan  agar bercampur  kemudian  ditelan,  maka hal  itu  membatalkan  puasa.  Seperti sisa  makanan  dalam  bentuk  nasi atau  biji-bijian  yang  bisa  dibuang akan  tetapi  justru  dikunyah  lalu ditelan  maka  hal  itu  membatalkan puasa.
2)  Makruh (dilarang, akan tetapi tidak dosa jika  dilanggar):  Dihukumi  makruh  jika kita memasukkan sesuatu   ke dalam mulut  tanpa  kita  telan  hanya  untuk  main-main  saja.  Contohnya  ketika  ada  seseorang  yang  sedang  berpuasa  kemudian dia  dengan  sengaja  memasukkan    permen    atau  es  krim  ke  dalam  mulutnya tanpa menelannya maka  hukumnya makruh  dan  tidak  membatalkan  puasa  dan jika  tiba-tiba  tanpa  disengaja  permen yang  ada  di  mulutnya  tertelan  maka batal,  karena  ia  menelan  dengan  tidak sengaja  yang  disebabkan  sesuatu  yang tidak  dianjurkan  yaitu  telah  bermain-main  dengan  memasukkan  sesuatu  ke dalam mulutnya.
3)  Mubah  (boleh  dilakukan  dan  tidak dilarang) :  Dihukumi  mubah  yaitu  ketika seorang juru masak  mencicipi masakannya  dengan  niat  untuk  membenahi rasa.  Maka  di  samping  hal  itu  tidak membatalkan  puasa,  hal  yang  demilkian itu  juga  bukan  pekerjaan  yang  makruh. Akan  tetapi  hal  itu  boleh-boleh  saja. Dalam  hal  ini  bukan  hanya  juru  masak  saja  yang  diperkenankan  akan  tetapi juga siapapun yang lagi memasak. Akan tetapi  dengan  catatan  tidak  boleh  ditelan.
4)  Sunnah  (dianjurkan  dan  ada  pahalanya):  Dihukumi  sunnah  yaitu  ketika  kita berkumur-kumur  di  dalam  berwudhu. Maka di saat itu  di samping tidak membatalkan  puasa,  berkumur  dalam  wudhu’  tetap  disunnahkan  biarpun  dalam keadaan puasa dengan catatan tidak boleh  ditelan.  Bahkan  jika  tertelan  sekalipun  tanpa  sengaja  maka  tidak  membatalkan puasa. Dengan  catatan  ia  berkumur-kumur  dengan  cara  yang  wajar  saja  dan  tidak berlebihan.
b.  Hidung
Memasukan  sesuatu  ke  dalam  lubang hidung  membatalkan  puasa.  Adapun  batasan  dalam  hidung  adalah  bagian  yang  jika kita  memasukkan  air  akan  terasa  panas (tersengak)  maka  di  situlah  batas  dalam yang  jika  kita  memasukkan  sesuatu  ke tempat  tersebut  akan  membatalkan  puasa yaitu  hidung  bagian  atas  yang  mendekati mata kita. Adapun hidung  di bagian bawah yang lubangnya biasa di jangkau jemari saat membuang  kotoran  hidung,  jika  kita  memasukkan sesuatu ke bagian tersebut hal itu  tidak membatalkan  puasa  asal  tidak sampai  kebagian  atas  seperti  yang  telah kami jelaskan.
c.  Telinga
Menjadi  batal  jika  kita  memasukan sesuatu  ke  dalam  telinga  kita.  Yang  dimaksud  dalam  telinga  adalah  bagian  dalam telinga  yang  tidak    bisa  dijangkau  oleh  jari kelingking  kita  saat  kita  membersihkan telinga. Jadi memasukkan sesuatu ke bagian yang  masih  bisa  dijangkau  oleh  jari kelingking  kita  hal  itu  tidak  membatalkan puasa,  baik  yang  kita  masukkan  itu  adalah jari  tangan  kita  atau  yang  lainya.  Akan tetapi  kalau  kita  memasukkan  sesuatu melebihi dari bagian yang di jangkau jemari kita  seperti  korek  kuping  atau  air  maka  hal itu akan membatalkan puasa. Ini  adalah  pendapat  kebanyakan  para ulama. Dan ada pendapat  yang berbeda  yaitu pendapat yang diambil oleh Imam Malik dan  Imam Ghozali dari madzhab Syafi’i bahwa  “Memasukan  sesuatu  ke  dalam telinga  tidak  membatalkan”  akan  tetapi lebih  baik  dan  lebih  aman  jika  tetap mengikuti pendapat kebanyakan para ulama yaitu  pendapat  yang  mengatakan  memasukkan  sesuatu  ke  lubang  telinga  adalah membatalkan puasa.
d.  Jalan depan (alat buang air kecil)
Memasukan  sesuatu  ke  dalam  lubang kemaluan  adalah  membatalkan  puasa  walaupun  itu  adalah  sesuatu  yang  darurot seperti  dalam  pengobatan  dengan  memasukkan  obat  ke  lubang  kemaluan  atau  pipa untuk mengeluarkan cairan dari dalam bagi orang  yang  sakit.  Termasuk  memasukan jemari  bagi  seorang  wanita  adalah  membatalkan puasa.  Maka  dari  itu  para  wanita  yang  bersuci dari  bekas  buang  air  kecil  harus  hati-hati jangan  sampai  saat  membersihkan  sisa buang  air  kencing  (beristinja)  melakukan sesuatu yang membatalkan puasa. Bagi  wanita  yang  ingin  beristinja  hendaknya  hanya  membasuh  bagian  yang  terbuka di saat ia jongkok saja dengan perut jemari dan  tidak  perlu  memasukan  jemari  ke bagian  yang  lebih  dalam,  karena  hal  itu akan  membatalkan  puasa.  Lebih  dari  itu ditinjau dari sisi kesehatan justru tidak sehat kalau  cara  membersihkan  kemaluan  adalah dengan  cara  membersihkan  bagian  yang tidak  terlihat  di  saat  jongkok  sebab  yang demikian  itu  justru  akan  membuka  kemaluan untuk kemasukan kotoran dari luar.
e.  Jalan Belakang (alat buang air besar)
Memasukkan  sesuatu  ke  lubang  belakang  sama  hukumnya  seperti  memasukkan sesuatu  ke  jalan  depan.  Artinya  jika  ada orang  memasukkan  sesuatu  ke  lubang belakang  biarpun  dalam  keadaan  darurat dalam  pengobatan  adalah  membatalkan puasa  termasuk  memasukkan  jemari  saat istinja  (bersuci  dari  bekas  buang  air  besar). Maka  cara  yang  benar  dalam  istinja  adalah cukup  dengan  membersihkan  bagian  alat buang  air  besar  dengan  perut  jemari  tanpa harus memasukkan jemari kebagian dalam.
2.  Muntah dengan sengaja
Muntah  dengan  sengaja  akan  membatalkan  puasa  baik  dilakukan  dengan  wajar atau tidak, baik dalam keadaan darurat atau tidak.  Seperti  dengan  sengaja  mencari  bau yang  busuk  lalu  diciumi  hingga  muntah atau  memasukkan  sesuatu  ke  dalam  mulutnya agar bisa muntah. Berbeda  jika  muntah  yang  terjadi karena  tidak  disengaja  maka  hal  itu  tidak membatalkan puasa kita dengan syarat :
  Kita  tidak  boleh  menelan  ludah  yang ada  di  mulut  kita  sehabis  muntah  sebelum kita mensucikan mulut kita terlebih dahulu  dengan  cara  berkumur  dengan air  suci.    Jika  di  saat  kita  belum  berkumur  kemudian  kita  langsung  menelan  ludah  kita  maka  puasa  kita menjadi  batal  sebab  muntahan  adalah najis  dan mulut kita telah menjadi najis karena  muntahan  sehingga  ludah  kita telah  bercampur  dengan  najis  yang  jika ditelan akan membatalkan puasa karena yang  ditelan  bukan  lagi  ludah  yang murni akan tetapi ludah yang najis. Jika  ada  orang    menggosok-gosok  gigi kemudian dia itu biasanya tidak muntah maka  di  saat  dia  gosok  gigi  tiba-tiba muntah  maka  tidak  batal,  akan  tetapi jika  dia  tahu  kalau  biasanya  setiap menggosok  gigi  akan  muntah  maka hukum  menggosok  gigi  yang  semula tidak  haram  menjadi  haram  dan  jika ternyata  benar-benar  muntah  maka puasanya menjadi batal. Jika  ada  orang  yang  kemasukan  lalat sampai  melewati  tenggorokannya  kemudian  dia  berusaha  untuk  mengeluarkannya  maka  menjadi  batal  karena sama  saja  seperti  muntah  yang  disengaja.  Berbeda  dengan  dahak,  jika seseorang  berdahak maka hal itu dimaafkan  dan  tidak  membatalkan  puasa, akan  tetapi  dahak  yang  sudah  keluar melewati  tenggorokan  tidak  boleh  ditelan  dan  itu  membatalkan  puasa.  Batas tenggorokan  adalah  tempat  keluarnya huruf “ha” ( makhraj huruf ح).
3.  Bersenggama
Melakukan  hubungan  suami  istri  itu membatalkan  puasa.  Yang  dimaksud bersenggama  adalah  jika  seorang  suami telah  memasukkan  semua  bagian  kepala  kemaluanya  ke  lubang  kemaluan  sang  istri dengan sengaja dan sadar kalau dirinya lagi puasa maka saat itu puasanya menjadi batal (dalam  hal  ini  sama  hubungan  yang  halal atau  yang  haram  seperti  zina  atau  melalui lubang  dubur  atau  dengan  binatang). Adapun bagi sang istri biarpun yang masuk belum semua bagian kepala kemaluan sang suami  asal  sudah  ada  yang  masuk  dan melewati  batas  yang  terbuka  saat  jongkok maka  saat  itu  puasa  sang  istri  sudah  batal. Dan  batalnya  bukan  karena  bersenggama tapi masuk dalam pembahasan batal karena masuknya sesuatu ke lubang kemaluan.  Bagi  suami  yang  membatalkan  puasanya  dengan  bersenggama  dengan  istrinya dosanya  amat  besar  dan  dia  harus  membayar karafat dengan syarat berikut ini:
  • Dilakukan  oleh  orang  yang  wajib  baginya berpuasa
  • Dilakukan di siang bulan puasa
  • Dia ingat kalau dia sedang puasa
  • Tidak karena paksaan
  • Mengetahui  keharomannya  atau  dia adalah bukan orang yang bodoh
  • Berbuka karena bersenggama
Dan bagi orang tersebut dikenai hukuman:
1.  Mengqodho puasanya
2.  Membayar kafarat (denda)
Kafarat (denda) bersenggama di siang hari bulan ramadhan adalah:
  • a. Memerdekakan budak
  • b. Puasa selama dua bulan berturut-turut
  • c. Memberikan    makan  kepada  60  fakir miskin  dengan  syarat  makanan  yang bisa digunakan untuk zakat fitrah.
Denda  yang  harus  dibayar  salah  satu saja  dengan  berurutan.  Jika  tidak mampu  bayar  A  maka  bayar  B  jika tidak mampu bayar C.
4   Keluar mani dengan sengaja
Maksudnya  adalah  mengeluarkan  mani dengan  sengaja  dengan  mencari  sebab keluarnya  mani.  Contohnnya:  ketika  ada orang  yang  tahu  bahwa  jika  dia  mencium istrinya atau dia dengan sengaja menyentuh kemaluannya dengan tangannya sendiri atau dengan  tangan  istrinya  bakal  keluar  mani maka puasanya menjadi batal karena keluar mani tersebut dengan sengaja.  Akan  tetapi  tidak  menjadi  batal  jika seandainya  keluar  mani  tanpa  disengaja seperti  bermimpi  bersenggama  dan  di saat terbangun benar-benar menemukan air mani di  celananya  maka  yang  seperti  itu  tidak membatalkan puasa.
5.   Hilang akal
Hilang akal di bagi menjadi tiga bagian yaitu :
a.  Gila:  Sengaja  atau  tidak  disengaja gila  itu  membatalkan  puasa  walaupun sebentar.
b.  Mabuk dan Pingsan:
Jika  disengaja  maka  mabuk  dan pingsan  membatalkan  puasa  biarpun  sebentar. Seperti  dengan sengaja  mencium  sesuatu  yang  ia tahu  kalau  ia  menciumnya  pasti mabuk atau pingsan. Jika mabuk dan pingsannya adalah tidak  disengaja  maka  akan  membatalkan  puasa  jika  terjadi  seharian  penuh.  Tetapi  jika  dia  masih merasakan  sadar  walau  hanya  sebentar  di  siang  hari  maka  puasanya  tidak  batal.  Misal  mabuk kendaraan  atau  mencium    sesuatu yang  ternyata  menjadikannya  mabuk    atau  pingsan  sementara  ia  tidak  tahu  kalau  hal  itu  akan  memabukkan  atau  menjadikannya pingsan.  Maka  orang  tersebut tetap sah puasanya asalkan sempat tersadar  di  siang  hari  walaupun sebentar.
c.  Tidur: Tidak membatalkan puasa walaupun terjadi seharian penuh.
6.   Haid
Membatalkan  puasa  walaupun  hanya sebentar  sebelum  waktu  berbuka.  Misal haid datang 2 menit sebelum masuk  waktu maghrib maka puasanya menjadi batal akan tetapi pahala berpuasanya tetap utuh.
7.  Melahirkan
Melahirkan  adalah  membatalkan  puasa baik  itu  mengeluarkan  bayi  atau  mengeluarkan  bakal  bayi  yang  biasa  disebut dengan keguguran. Misal seorang ibu hamil sedang  berpuasa  tiba-tiba  melahirkan  di siang  hari  saat  berpuasa,  maka  puasanya menjadi batal.
8.  Nifas
Nifas  juga  membatalkan  puasa. Misalnya  ada  orang  melahirkan  ternyata setelah  melahirkan  tidak  langsung  keluar darah  nifas.  Karena  ia  mengira  tidak  ada nifas  akhirnya  ia  berpuasa  dan  ternyata  disaat  ia  lagi  puasa  darah  nifasnya  datang maka saat itu puasanya batal.
9.  Murtad.
Murtad  atau  keluar  dari  Islam membatalkan  puasa.  Misalnya  ada  orang lagi  berpuasa  tiba-tiba  ia  berkata  bahwa  ia tidak  percaya  kalau  Nabi  Muhammad adalah  Nabi  atau  ada  orang  lagi  berpuasa tiba-tiba  menyembah  berhala  maka  puasanya menjadi batal.
3.  ORANG–ORANG  YANG  BOLEH UNTUK TIDAK BERPUASA
1.  Anak kecil
Maksudnya adalah anak yang belum baligh. Baligh ada 3 tanda yaitu :
a.  Keluar mani (bagi anak laki-laki)  pada    usia  9  tahun hijriah.
b.  Keluar  darah  haid  usia  9  tahun hijriah (bagi anak perempuan)
c.  Jika  tidak  keluar  mani  dan  tidak haid  maka  di  tunggu  hingga  umur 15  tahun.  Dan  jika  sudah  genap  15 tahun  maka  ia  telah  baligh  dengan usia yaitu usia 15 tahun.
2.  Gila
Orang gila tidak wajib berpuasa bahkan seandainya  berpuasa  maka  puasanya pun  tidak  sah.  Namun  dalam  hal  ini ulama  membagi  ada  dua  macam  orang gila yaitu :
a.  Orang  gila  yang  disengaja  jika berpuasa  maka  puasanya  tidak  sah dan wajib mengqodho’. Sebab sebenarnya  ia  wajib  berpuasa  kemudian ia telah dengan sengaja membuat dirinya  gila  maka  karena  kesengajaan inilah  ia  wajib  mengqodho’  puasanya setelah sehat akalnya.
b.  Orang  gila  yang  tidak  disengaja, tidak  wajib  berpuasa  bahkan  seandainya  berpuasa  maka  puasanya tidak sah dan jika sudah sembuh dia tidak berkewajiban mengqodho’ karena gilanya bukan disengaja.
3.  Sakit
Orang  sakit  boleh  meninggalkan  puasa. Akan  tetapi  di  sini  ada  ketentuan  bagi orang sakit tersebut yaitu: Yaitu  Sakit  parah  yang  memberatkan untuk  berpuasa  yang  berakibat  semakin parahnya  penyakit  atau  lambat  kesembuhannya.  Dan  yang  bisa  menentukan ini adalah:
  • Dokter muslim yang terpercaya.
  • Berdasarakan pengalamannya sendiri.
Catatan: 
Dalam  hal  ini  tidak  terbatas  kepada orang  sakit  saja  akan  tetapi  siapapun yang  lagi  berpuasa  lalu  menemukan dirinya  lemah  dan  tidak  mampu  untuk berpuasa  dengan  kondisi  yang membahayakan  terhadap  dirinya  maka saat  itu  pun  dia  boleh  membatalkan puasanya.  Akan  tetapi  ia  hanya  boleh makan dan minum seperlunya kemudian wajib  menahan  diri  dari  makan  dan minum seperti layaknya orang berpuasa. Akan  tetapi  khusus  orang  seperti  ini (bukan orang sakit).
4.  Orang tua
Orang tua (lanjut usia) yang berat untuk melakukan  puasa  diperkenankan  untuk meninggalkan puasa.
5.  Bepergian (musafir) 
Semua  orang  yang  bepergian  boleh meninggalkan  puasa  dengan  ketentuan sebagai berikut ini :
a.  Tempat  yang  dituju  dari  tempat tinggalnya tidak kurang dari 84 km.
b.  Di  pagi  (saat  subuh)  hari  yang  ia ingin  tidak  berpuasa  ia  harus  sudah berada di perjalanan dan keluar dari wilayah tempat tinggalnya (minimal batas kecamatan) Misal  seseorang  tinggal  di  Cirebon ingin  pergi  ke  Semarang.  Antara  Cirebon  semarang    adalah  200  km  (tidak kurang dari 84 km). Ia meninggalkan cirebon  jam  2  malam  (sabtu  dini  hari). Subuh  hari  itu  adalah  jam  4  pagi.  Pada jam 4 pagi  (saat subuh)  ia sudah keluar dari  Cirebon  dan  masuk  Brebes.  Maka di pagi hari sabtunya ia sudah boleh meninggalkan puasa.
Berbeda  jika  berangkatnya  ke semarang  setelah  masuk  waktu  subuh, sabtu  pagi  setelah  masuk  waktu  subuh masih di Cirebon. Maka di pagi hari itu ia  tidak  boleh  meninggalkan  puasa karena sudah masuk subuh ia masih ada di rumah. Tetapi ia boleh meninggalkan puasa  di  hari  ahadnya,  karena  di  subuh hari ahad ia berada di luar wilayahnya.
Catatan: 
Seseorang  dalam  bepergian  akan  di hukumi  mukim  (bukan  musafir  lagi) jika ia niat tinggal di suatu tempat lebih dari  4  hari.  Misal  orang  yang  pergi  ke semarang  tersebut  dalam  contoh  saat  di Tegal ia sudah boleh berbuka dan setelah sampai  di  semarang  juga  tetap  boleh berbuka  asalkan  ia  tidak  bermaksud tinggal di semarang lebih dari 4 hari. Dan  jika  ia  berniat  tinggal  di Semarang  lebih  dari  4  hari  maka semenjak  ia  sampai  semarang  ia  sudah disebut  mukim  dan  tidak  boleh meninggalkan  puasa  dan  juga  tidak boleh  mengqosor  sholat.  Untuk  di hukumi mukim tidak harus menunggu 4 hari  seperti  kesalah  pahaman  yang terjadi  pada  sebagian  orang  akan  tetapi kapan  ia  sampai  tempat  tujuan  yang  ia niat  akan  tinggal  lebih  dari  4  hari  ia sudah di sebut mukim.
6.  Hamil
Orang  hamil  yang  khawatir  akan kondisi :
  • Dirinya, atau
  • Janin (bayinya)
7.  Menyusui 
Orang  menyusui  yang  khawatir  akan kondisi :
  • Dirinya atau
  • Kondisi  bayi  yang  masih  di  bawah umur  2 tahun hijriyah
Bayi  di  sini  tidak  harus  bayinya  sendiri akan tetapi bisa juga bayi orang lain.
8.  Haid
Wanita  yang  lagi  haid  tidak  wajib berpuasa bahkan jika berpuasa puasanya pun tidak sah bahkan haram hukumnya.
9.  Nifas
Wanita  yang  lagi  nifas  tidak  wajib berpuasa bahkan jika berpuasa puasanya pun tidak sah bahkan haram hukumnya.
Siapa  yang  wajib  mengqodho  atau membayar  fidyah  dari  orang  yang  boleh meninggalkan puasa?
1.  Anak kecil
Anak  kecil  jika  sudah  baligh  maka  ia tidak wajib mengqodho dan tidak wajib membayar  fidyah  atas  puasa  yang ditinggalkannya.
2.  Orang Gila
  • Gila  yang  disengaja  wajib  meng-qodho’  saja    dan  tidak  wajib  membayar fidyah.
  • Gila  yang  tidak  disengaja  tidak wajib  mengqodho  dan  tidak  wajib membayar fidyah
3.  Orang  sakit
a.  Sakit  yang  masih  ada  harapan  sembuh wajib mengqodho’ jika sembuh, dan tidak wajib membayar fidyah.
b.  Sakit  yang  menurut  keterangan dokter  sudah  tidak  ada  harapan sembuh  maka  ia  tidak  wajib  meng-qodho’  akan  tetapi  hanya  wajib membayar fidyah setiap hari yang ia tinggalkan  dengan  1  mud  atu  6,7 ons  diberikan  kepada  fakir  miskin dengan makanan Seperti beras.
4.  Orang tua
Orang  tua  disamakan  dengan  orang sakit  yang  tidak  diharapkan  kesembuhannya.  Karena  orang  tua  tidak  akan kembali  muda.  Maka  baginya  tidak wajib  mengqodho’  dan  hanya  wajib membayar  fidyah  1  mud  atau  6,7  ons  diberikan kepada fakir miskin.
5.  Orang musafir 
Orang  yang  bepergian  hanya  wajib mengqodho  saja  dan  tidak  wajib  membayar fidyah.
6.  dan 7. Wanita hamil dan menyusui
Wanita hamil dan menyusui ada tiga macam :
a.    Wajib  mengqodho’  saja  jika  dia khawatir akan dirinya sendiri
b.  Wajib  mengqodho’  saja  jika  dia khawatir  akan  dirinya  sendiri sekaligus khawatir keadaan  anaknya
c.    Wajib mengqodho’ dan membayar fidyah  jika  dia  khawatir  akan keselamatan  bayinya  dan  tidak khawatir akan dirinya sendiri.
8.  Wanita Haid  
Wanita haid hanya wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah.
9.  Wanita Nifas 
Wanita Nifas hanya wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah
Orang Yang Wajib Berpuasa
Dari keterangan di atas bisa  disimpulkan bahwa  selain  orang  yang  boleh meninggalkan  puasa  maka  mereka  adalah orang-orang yang wajib berpuasa.
4. NIAT DI DALAM PUASA
Yang  wajib  dihadirkan  di  dalam  niat adalah :
1.  Untuk puasa wajib :
  • Bermaksud berpuasa
  • Meyakini  kefardhuannya  (bahwa puasa  yang  akan  dilakukan  adalah wajib)
  • Menentukan jenis puasanya
Ini  semua  cukup  dilintaskan  di  dalam hati  saja  dan  jika  diucapkan  dengan lidahnya  asal  hatinya  tetap  ingat  akan niat  tersebut    maka  puasanya  juga  sah bahkan  sebagian  ulama  menganjurkan untuk  diucapkan  dengan  lidahnya  dengan    bahasa  apapun  untuk membantu hati mengingat niat tersebut.
Contoh  :  “Aku  berniat  puasa  Fadhu Ramadhan”   (nawaetu shouma romadlon fardlon)
Aku Berniat Puasa = Bermaksud Puasa Fardhu = Meyakini kefardhuannya Ramadhan = Menentukan jenis puasanya.
2.  Untuk puasa sunnah :
1.  Sunnah  rowatib  atau    puasa  sunnah yang  sudah  ditentukan  waktunya seperti  puasa  6  syawal  atau  puasa senin  dan  kamis.  Cara  niatnya adalah :
  • Bermaksud berpuasa
  • Menyebut puasa yang akan di lakukan
Contoh : “Aku niat Puasa hari  kamis” (nawaetu shouma yaumi…)
Aku niat puasa = Bermaksud Puasa Hari kamis  = Menentukan jenis puasa sunnahnya
2.  Puasa  sunnah  mutlaqoh  atau  puasa sunnah di selain hari-hari yang telah ditentukan.  Cara  niatnya  adalah cukup bermaksud untuk berpuasa Contoh : “Aku Niat Puasa” . (nawaetu shoumu)
Catatan :
Di  dalam  berniat  tidak  harus menggunakan  bahasa  arab,  akan  tetapi dengan  bahasa  apapun  niatnya  maka  puasa tetap sah.
Waktu  niat  di  dalam  berpuasa  ada  dua macam :
1.    Puasa Fardhu
Untuk  puasa  fardhu  (wajib)  maka niatnya  harus  dilakukan  sebelum  terbit fajar  sodik  (fajar  yang  sesungguhnya) atau sebelum masuk waktu subuh.
Catatan:
Semua niat dalam  ibadah adalah dilakukan  di  awal  memulai  pekerjaan  ibadahnya  kecuali  puasa  yang   cara  niatnya adalah bisa di malam hari jauh-jauh sebelum fajar shodiq terbit.
2.  Puasa sunnah
Untuk  puasa  sunnah  tidak  diharuskan niat pada malam harinya akan tetapi boleh berniat di pagi hari dengan 2 syarat :
  • Belum tergelincir matahari
  • Belum melakukan sesuatu yang membatalkan  puasa  yang  tersebut  di  atas seperti makan atau minum.
Catatan :
Sekilas perbedaan ulama dalam niat.
Mazhab Syafi’i : 
Satu  kali  niat  untuk  satu  kali  puasa artinya  niat  puasa  harus  dilakukan  setiap malam.
Mazhab Malik : 
Boleh  menggabungkan  niat  di  awal puasa  selama  satu  bulan  penuh  dengan syarat  dalam  sebulan  itu  tidak  terputus dengan batalnya puasa, jika sempat terputus dengan  tidak  berpuasa  maka  ia  harus memulai dengan niat  yang baru lagi seperti terputusnya karena haid.
Mazhab Abu Hanifah : 
Tidak ada perbedaan dalam puasa wajib atau  sunnah  bahwa  menginapkan  niat  di malam hari tidak wajib menurut Imam Abu Hanifah,  jika  berniat  setelah  terbitnya matahari  tetap  sah  asalkan  matahari  belum tergelincir  (masuk  waktu  dzuhur)  dan belum  melakukan  hal-hal  yang  membatalkan puasa.
3.  Puasa qodho
Bagi  yang  punya  hutang  puasa,  cara mengqodhonya adalah dengan melakukan puasa  di  hari-hari  yang  di  perkenankan puasa  di  sepanjang  satu  tahun  setelah ramadhan, yaitu selain :
  • Hari raya Idul Fitri
  • Hari raya Idul Adha
  • 3 hari tasyrik (11,12,13 Dzul Hijjah)
Cara    niat  puasa qodho’  sama  dengan cara  niat  puasa  ramadhan  adapun  menambah  kalimat  qodho’  itu  tidak  harus  akan tetapi sekedar dianjurkan. Jika  mengqodho’  puasa  ramadhan bertepatan  dengan  hari-hari  di  sunnahkan puasa  sunnah.  Maka  cukup  niat  puasa qodho  yang  wajib  saja  tanpa  harus  dibarengi  dengan  niat    puasa  sunnahnya.    Dan orang  tersebut  sudah  mendapatkan  pahala puasa  wajib  dan  puasa  sunnah  sekaligus biarpun tanpa diniatkan puasa sunnah.
Wallohu A’lam
Sumber: Fiqih Puasa Praktis  Penulis: Buya Yahya, (Penerbit: Pustaka AL-Bahjah Cirebon)
Media Da’wah Online Buya Yahya:
–       Radio-QU 98,5 FM Cirebon
–       www.buyayahya.org
–       www.buyayahya.tv
–       www.radioquonline.com
Web For Mobile (HP):
–       http://m.buyayahya.org
–       http://m.radioquonline.com
Lembaga  Pengembangan  Da’wah  AL-Bahjah 
Sekretariat : Jl. Pangeran Cakrabuana Blok Gudang Air No. 179 – Kel. Sendang – Kec. Sumber – Kab. Cirebon 45611 CP : 081 324 415 282 / 081 615 670 212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top