Senin, 16 Maret 2015

Tentang Sholat Dhuha...

Tidak ada komentar:
Ilmuwan Fisika Quantum telah membuat rumusan Hukum Tarik-Menarik (The Law of Attraction). Salah satu ringkasan rahasia Hukum Tarik-Menarik adalah “Untuk menarik uang, berfokuslah pada kekayaan.”

Mario Teguh menasihatkan, “Hukum Tarik-Menarik berkata bahwa kalau kita fokus pada kekayaan, maka semesta akan menarik kekayaan untuk kita. Kalau kita selalu berpikir hal-hal baik, maka kebaikanlah yang akan diwujudkan untuk kita. Oleh karena itu, berpikir dan fokuslah untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dengan cara-cara yang tetap dalam kebaikan.”

Sekarang mari kita perhatikan lagi ajaran agama kita. Sebelum ilmuwan, motivator dan konsultan berpesan seperti tersebut di atas, bukankah doa ketika selesai shalat Dhuha sudah mengajarkan kita untuk berpikir dan bersikap seperti itu? Coba kita telaah lagi doa setelah shalat Dhuha sebagai berikut :


اللَّهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاؤُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَاؤُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِيْ فىِ السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ، وَإِنْ كَانَ فىِ اْلأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ، وَإِنْ كَانَ مُعْسِـرًا فَيَسِّـرْهُ، وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ، وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ، بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَائِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ وَعِصْمَتِكَ، آتِنِيْ مَا أَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ.

رَبَّنَاۤ ءَاتِنَا فىِ ٱلدُّنْياَ حَسَـنَةً وَفىِ ٱْلآخِرَةِ حَسَـنَةً وَقِنَا عَـذَابَ ٱلنَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَـيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. سُبْحٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِيْنَ. وَٱلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعٰٰـلَمِيْنَ


Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha itu waktu-Mu; cahaya cemerlang, keindahan, kekuatan, kekuasaan dan penjagaan, semua itu adalah hak yang ada pada-Mu. Ya Allah, bilamana rejeki hamba masih di langit maka turunkanlah, apabila masih berada di dalam bumi maka keluarkanlah, jika susah mencapainya maka mudahkanlah, bila ada yang haram maka sucikanlah dan jika masih jauh maka dekatkanlah; dengan hak-Mu atas waktu dhuha, cahaya cemerlang, keindahan, kekuatan, kekuasaan dan penjagaan-Mu; anugerahkanlah kepada hamba seperti yang telah Engkau anugerahkan kepada hamba-hamba-Mu yang shaleh.

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Semoga shalawat/rahmat dan kasih sayang tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan sahabat beliau. Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam, amin.

Sungguh, agama kita telah mengajarkan semua hal, jauh sebelum para ilmuwan, konsultan dan motivator mengatakannya. Dengan anjuran agama untuk shalat Dhuha, serta bukti ilmiah dan logis yang ada, apakah kita masih mengabaikan shalat Dhuha? Apakah kita masih menganggapnya tidak perlu dan tidak penting? Apakah kita masih didera rasa malas untuk melaksanakannya?

Sebagai catatan, perlu diingat bahwa kita tidak boleh shalat Dhuha dengan niat agar mendapatkan banyak rejeki. Shalat Dhuha tetap diniatkan untuk beribadah, mengabdi kepada-Nya, sesuai anjuran Rasulullah saw. Doa setelah shalat itulah yang kita niatkan untuk memohon kelancaran rejeki yang halal, berlimpah dan barakah. Selain uang dan perhiasan, rejeki juga bisa berarti kesehatan, keluarga SAMARA (sakinah, mawaddah wa rahmah), nilai bagus dan sebagainya.

Kapan waktu pelaksanaan shalat Dhuha bisa dimulai? Shalat Dhuha bisa dikerjakan setelah matahari terbit setinggi galah. Apabila diukur dalam satuan menit, kira-kira 25 (dua puluh lima) menit setelah matahari terbit. Saat ini sudah banyak dicetak pedoman shalat untuk waktu abadi dan kalender yang mencantumkan waktu-waktu shalat, imsak, terbit matahari dan Dhuha.

Dari penjelasan di atas, berarti shalat Dhuha bisa dilaksanakan sebelum kita berangkat ke kantor, sekolah atau kuliah. Namun, jika kita berangkat ke kantor pagi-pagi benar—sebelum waktu Dhuha—karena jarak yang cukup jauh atau waktu tempuh yang lama, maka shalat Dhuha bisa dilakukan di kantor, sebelum jam kerja. Bagi para pelajar dan mahasiswa, shalat Dhuha dapat dilakukan pada jam istirahat.

Mungkin ada di antara kita yang berkata, “Kalau saya shalat Dhuha di sekolah, kampus atau kantor, saya kuatir akan timbul sifat riya’. Saya takut dipuji teman-teman dan akhirnya ibadah saya karena mereka, bukan karena Allah. Nanti kan saya tidak mendapat apa pun. Saya juga kuatir dikatakan sok alim, padahal saya kan bukan orang alim. Saya bukan ustadz, apalagi kyai. Saya pun belum menunaikan ibadah haji. Cukup melaksanakan shalat fardhu sajalah.”

Itulah salah satu cara setan untuk mencegah kita melaksanakan ibadah. Setan memang punya berjuta jurus untuk menaklukkan kita. Salah satunya yaitu membisiki kita bahwa kalau kita melaksanakan ibadah yang tidak dilaksanakan orang lain, maka kita akan mudah terjangkit penyakit hati berupa riya’ dan ‘ujub. Kalau kita malah tidak shalat Dhuha karena takut riya’ dan ‘ujub, berarti setan telah berhasil, dan kita kalah dibuatnya. Solusinya adalah tetaplah menjalankan shalat Dhuha, sambil menata hati dan memohon kepada Allah agar menjaga kita dari godaan setan.
Imam al-Fudhail bin Iyadh memberi petuah bijak,
تَرْكُ الْعَمَلِ ِلأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ وَالْعَمَلُ ِلأَجْلِ النَّاسِ شِرْكٌ وَاْلإِخْلاَصُ أَنْ يُعَافِيَكَ اللهُ مِنْهُمَا
Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ dan berbuat amal karena manusia adalah syirik. Ikhlas adalah apabila engkau diselamatkan Allah dari keduanya.”


Shalat Dhuha tidak ada hubungannya dengan sebutan Ustadz, Kyai, Ajengan, Buya, Tuan Guru, Syaikh, Ulama atau yang lain. Shalat itu antara kita dengan Allah. Shalat Dhuha dianjurkan oleh Nabi tercinta, Muhammad saw. Kita shalat bukan untuk mendapat julukan “orang alim”. Kita shalat semata-mata karena-Nya. Kalau omongan teman membuat kita tidak shalat, justru itu menunjukkan bahwa kita shalat karena mereka (riya’). Kita rajin shalat karena pujian, dan tidak shalat karena cemoohan. Apakah diri kita memang seperti itu? Tentu tidak, kan? Bukankah kita telah berikrar bahwa shalat, ibadah, hidup dan mati kita hanya untuk Allah? Dan jika memang kita beralasan malu untuk shalat di sekolah, kampus atau kantor; apakah ketika libur, kita selalu shalat Dhuha di rumah?

Daftar Pustaka :

  • Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi, asy-Syaikh, “Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf (Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi at-Tashawwuf)”, Pustaka Amani, Cetakan I : September 1998/Jumadil Ula 1419
  • Kathur Suhardi, “Madarijus-Salikin (Pendakian Menuju Allah) – Penjabaran Kongkret Iyyâka na‘budu wa-Iyyâka nasta‘în (terjemah Madârij as-Sâlikîn karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah)”, Pustaka Al-Kautsar, Cetakan Kedua : Agustus 1999
  • Rhonda Byrne, “Rahasia (The Secret)”, PT Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Kelima : Juni 2007
     
    Sumber  : klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top